BERITASEMBILAN.Com-Makassar. Pencarian terhadap korban gempa bumi besar dengan kekuatan 7,7 magnitudo yang terjadi pada Jumat 28 Maret 2025 di dekat Mandalay kota kedua terbesar di Myanmar diprediksi bisa melebihi 100.000 jiwa.
Situasi gempa ini diperparah dengan keterbatasan akses dan infrastruktur akibat perang sipil yang terus mengalami esklasi cukup tinggi.
Menurut Badan Survei Geologi AS (United States Geological Survey/USGS). Hingga saat ini, jumlah korban tewas yang telah dikonfirmasi mencapai lebih dari 1.700 orang dengan lebih dari 3.400 lainnya mengalami luka-luka.
Selain itu juunta militer tak mengizinkan jurnalis asing meliput Myanmar usai diguncang gempa dengan magnitudo 7,7.
Juru bicara junta militer Zaw Min Tun mengatakan situasi di Myanmar menjadi alasan jurnalis asing tak bisa masuk.
“Ini tak mungkin [bagi jurnalis asing] untuk datang, tinggal, dan menemukan tempat tinggal, atau beraktivitas di sekitar sini,” kata Zaw dalam pernyataan resmi pada Minggu (20/3), dikutip Myanmar Now.
Zaw Min Tun menegaskan Myanmar sekarang membutuhkan layanan esensial seperti air, listrik, dan akomodasi.
Sejak junta mengkudeta pemerintah pada 2021, aktivitas media di Myanmar dalam bahaya.
Junta sangat membatasi akses, informasi, bahkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan untuk warga sipil.
Setelah kudeta, junta juga menangkap hingga membunuh siapa saja termasuk jurnalis yang dianggap melawan kekuasaan mereka.
Laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) per Januari 2025 yang dikutip PBB mencatat korban tewas di tangan junta sebanyak 6.231. Dari jumlah ini, 1.144 di antaranya merupakan perempuan dan 709 anak-anak.
Pemblokiran terhadap jurnalis asing untuk meliput di Myanmar akan membuat skala bencana tak tergambar dan dunia tak mengetahui apa yang terjadi di sana. ***