Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
SosialSosial

Aidil, Penjual Buroncong Selalu Hadir di Tengah Riuh Wisuda Unismuh Makassar

×

Aidil, Penjual Buroncong Selalu Hadir di Tengah Riuh Wisuda Unismuh Makassar

Share this article
Example 468x60

BERITASEMBILAN.Com- Makassar. Di tengah riuh dan keramaian ribuan keluarga wisudawan yang memadati area Kampus Unismuh Makassar, Jl. Sultan Alauddin, Rabu 8 Oktober 2025, ada satu sosok sederhana yang tak pernah absen hadir yakni Aidil, penjual buroncong.

Setiap kali Unismuh Makassar menggelar wisuda, Aidil memanfaatkan momentum tersebut untuk menjajakan kue tradisional khas Makassar yang sudah ia tekuni sejak lama.

Example 300x600

Pria yang tinggal di sekitar Kanal Banta-Bantaeng, Makassar ini, tampak sibuk mengaduk adonan dan memanggang buroncong di atas cetakan khusus, sembari melayani pembeli yang terus berdatangan.

“Kalau ada wisuda begini, saya siapkan bahan lebih banyak. Tepung tujuh kilo, kelapa delapan biji, gula tiga kilo. Bisa jadi seribu biji buroncong,” ujarnya sambil tersenyum.

Dengan harga Rp5.000 untuk tiga potong, Aidil bisa meraih omzet di atas Rp1 juta setiap kali wisuda berlangsung. Setelah dikurangi biaya bahan baku, ia membawa pulang sekitar Rp500 ribu untuk keluarganya.

Dinantikan

Aidil mengaku, momen wisuda di Unismuh Makassar adalah kesempatan yang paling dinantikan. Selain karena ramainya pengunjung, pihak kampus tidak memungut biaya sepeser pun bagi pedagang kecil seperti dirinya.

“Alhamdulillah, Unismuh peduli sekali. Kami bisa jualan di dalam kampus tanpa bayar. Itu sangat membantu orang kecil seperti saya,” ungkap Aidil.

Pendapatan yang diperoleh dari berjualan buroncong, ia gunakan untuk menghidupi istri dan seorang anaknya yang kini duduk di bangku kelas IV SD. Di hari-hari biasa, Aidil tetap berjualan di sekitar Toko Agung, Jalan Jenderal Sudirman, meski dengan persiapan bahan yang jauh lebih sedikit dibanding saat momentum wisuda.

Warisan Rasa 

Buroncong yang dijajakan Aidil bukan sekadar camilan. Ia adalah bagian dari tradisi kuliner Makassar yang sudah ada sejak lama. Berbentuk lonjong menyerupai perahu kecil, buroncong memadukan rasa manis gurih dari tepung terigu, kelapa parut, dan gula.

Dimasak dengan bara api di cetakan besi khusus, buroncong menghadirkan aroma otentik yang selalu menggoda siapa saja yang lewat. Tak heran, kue ini menjadi pilihan banyak keluarga wisudawan di sela-sela menunggu prosesi sakral di kampus Unismuh.

“Orang bilang paling enak kalau dimakan sambil minum kopi atau teh manis. Biar sederhana, buroncong ini selalu menghangatkan suasana,” kata Aidil lirih.

Kesederhanaan

Bagi Aidil, buroncong bukan sekadar sumber nafkah. Ia adalah wujud perjuangan hidup di tengah kerasnya kota Makassar. Dari balik cetakan panas dan kepulan asap, ia menaruh harapan agar anaknya bisa melanjutkan sekolah lebih tinggi, mungkin suatu saat duduk di kursi wisuda seperti ribuan mahasiswa Unismuh yang ia saksikan hari itu.

“Kalau lihat orang tua bahagia anaknya wisuda, saya juga termotivasi. Mudah-mudahan anak saya juga bisa sampai di sana,” ucapnya penuh harap.

Sosok Aidil mengajarkan, bahwa di balik kemeriahan sebuah acara besar, ada perjuangan kecil yang ikut memberi warna. Buroncongnya bukan hanya camilan tradisional, tetapi juga simbol ketekunan dan cinta seorang ayah untuk keluarganya.**

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *