Oleh: Misbahuddin, TIM MBKM LLDIKTI 9 / Dosen pps STIE Amkop Makassar)
Perubahan Paradigma dan Transformasi pendidikan tinggi di Indonesia telah memasuki babak baru melalui kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Program ini menjadi respon progresif terhadap tantangan dunia kerja, teknologi, dan kebutuhan kompetensi abad ke-21. Namun, seiring dengan pelaksanaannya, muncul kebutuhan untuk melanjutkan transformasi ini ke fase yang lebih strategis: Kampus Berdampak.
Kampus Berdampak adalah program baru dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi di Indonesia. Program ini dirancang untuk menciptakan kampus yang berdampak signifikan terhadap masyarakat dan industry.
Menurut data jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2024, terdapat sekitar 842.378 orang lulusan D4, S1, S2, dan S3 yang menganggur.
Ini merupakan sekitar 11,28% dari total pengangguran di Indonesia yang berjumlah 7.465.599 orang.Akankah program Kampus Berdampak menjadi solusi terhadap lulusan Pergurua Tinggi atau sarjana masih tinggi yang menganggur, atau sama dengan program – program sebelumnya.
MBKM: Awal Revolusi Pendidikan Tinggi
Peningkatan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; kecenderungan pilih-pilih pekerjaan: Banyak lulusan yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap pekerjaan dan cenderung memilih-milih pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Kurangnya link and match antara perguruan tinggi dan lapangan pekerjaan: Perguruan tinggi belum sepenuhnya mampu menyesuaikan kurikulum dan keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri dan masyarakat.
MBKM berlandaskan pada teori Experiential Learning (Kolb, 1984), yang menyatakan bahwa pembelajaran efektif terjadi melalui pengalaman langsung.
Dengan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk magang, membangun desa, menjadi wirausaha, atau melakukan proyek sosial, MBKM memungkinkan terjadinya siklus pembelajaran melalui pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi, dan eksperimental.
Namun, MBKM baru menyentuh aspek individu mahasiswa sebagai subjek pembelajaran. Untuk menjawab tuntutan sosial yang lebih luas, kampus perlu melangkah lebih jauh, yaitu menjadi agen transformasi masyarakat. Di sinilah pentingnya membangun Kampus Berdampak.
Teori-Teori Penopang Konsep Kampus Berdampak
Konsep Kampus Berdampak tidak lahir dalam ruang hampa. Ia ditopang oleh berbagai teori dan paradigma pendidikan serta pembangunan, antara lain:
- Triple Helix Model of Innovation (Etzkowitz & Leydesdorff, 1995)
Model ini menekankan kolaborasi sinergis antara universitas, industri, dan pemerintah. Dalam konteks Kampus Berdampak, universitas tidak hanya berfungsi sebagai penyedia tenaga kerja, tetapi sebagai aktor inovasi yang menjembatani solusi antara kebutuhan industri dan kebijakan publik.
- Community-Based Participatory Research (CBPR)
CBPR adalah pendekatan riset yang melibatkan masyarakat sebagai mitra aktif. Teori ini memperkuat misi pengabdian kampus sebagai agen perubahan sosial. Kampus berdampak harus memposisikan masyarakat sebagai subjek kolaboratif dalam kegiatan riset dan pengembangan, bukan objek penelitian semata.
- Mode 2 Knowledge Production (Gibbons et al., 1994)
Teori ini menyatakan bahwa pengetahuan masa kini harus diproduksi dalam konteks penggunaan dan kolaboratif, tidak lagi hanya dalam laboratorium tertutup. Dalam Kampus Berdampak, pengetahuan dihasilkan dari interaksi dengan masyarakat, dunia usaha, dan tantangan riil.
- Sustainable Development Goals (SDGs) Framework
Kampus berdampak seharusnya menjadi pendorong utama pencapaian SDGs, mulai dari pengentasan kemiskinan, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, hingga inovasi industri dan aksi iklim. SDGs memberi arah strategis bagaimana Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat dikonversi menjadi aksi nyata berdampak global dan lokal.
- Asset-Based Community Development (ABCD)
Teori ini menekankan bahwa pengembangan masyarakat harus bertumpu pada kekuatan dan potensi lokal. Kampus berdampak memanfaatkan pendekatan ini dalam pengabdian kepada masyarakat, dengan membangun dan memperkuat aset sosial, ekonomi, dan budaya yang telah dimiliki komunitas.
Dari MBKM ke Kampus Berdampak: Evolusi yang Niscaya
MBKM telah membangun fondasi bagi pendidikan tinggi berbasis pengalaman. Kini, saatnya evolusi menuju kampus yang terintegrasi dengan lingkungan sosialnya—sebuah kampus yang tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga lokomotif perubahan masyarakat.
Kampus Berdampak menjadikan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat) sebagai satu kesatuan yang difokuskan pada penciptaan solusi nyata. Dalam kerangka ini, mahasiswa dan dosen menjadi co-creator perubahan, bukan hanya pengguna teori.
Arah Strategis Kampus Berdampak
Untuk mewujudkan kampus berdampak, diperlukan langkah strategis:
- Integrasi Tri Dharma dengan Isu Lokal dan Global
- Kemitraan Berbasis Inovasi dan Nilai Tambah
- Ekosistem Kampus sebagai Pusat Inovasi Sosial
- Evaluasi Kinerja Berbasis Dampak, Bukan Aktivitas
Penutup: Pendidikan Tinggi yang Transformatif
Indonesia tidak hanya membutuhkan kampus yang mampu menghasilkan lulusan berdaya saing, tetapi juga kampus yang berdaya ubah—mengubah desa menjadi mandiri, masyarakat menjadi sejahtera, dan lingkungan menjadi lestari. Dari MBKM, kita telah membangun pondasi. Saatnya kita naik kelas: menuju Kampus Berdampak, menuju Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan.
Kegiatan-kegiatan tersebut, Kampus Berdampak diharapkan dapat menjadi pusat solusi untuk masalah-masalah yang ada di masyarakat dan menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten secara akademis, tetapi juga memiliki kepedulian dan kontribusi nyata terhadap masyarakat. ***