Oleh: Irmawati
Magister Pedagogi,Universitas Muhammadiyah Malang
Beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia bergerak memasuki babak baru: era digitalisasi. Pemerintah, melalui berbagai program seperti Kurikulum Merdeka dan Digitalisasi Sekolah, mendorong pemanfaatan teknologi secara masif. Ribuan perangkat TIK, mulai dari laptop hingga Interactive Flat Panel (IFP), telah disalurkan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Program ini disertai peluncuran platform pembelajaran seperti Platform Merdeka Mengajar yang memungkinkan guru mengakses modul, mengikuti pelatihan, dan mengelola kelas secara digital. Langkah ini menandai perubahan besar yang sebelumnya mungkin hanya dianggap imajinasi futuristik.
Namun, muncul sebuah pertanyaan yang mengemuka dari banyak pihak: apakah digitalisasi pendidikan ini benar-benar sebuah strategi jangka panjang yang disusun untuk membangun ekosistem pembelajaran masa depan, ataukah hanya tren sesaat yang menguat akibat tekanan pandemi dan perkembangan teknologi global?
Peluang dan Potensi Digitalisasi Pendidikan
Di satu sisi, digitalisasi pendidikan menghadirkan harapan besar. Teknologi membuka pintu bagi perluasan akses pendidikan, terutama bagi daerah yang selama ini terpinggirkan secara geografis. Melalui konten digital, siswa di wilayah terluar dapat mengakses materi pembelajaran yang sama dengan siswa di kota besar.
Kehadiran perangkat seperti IFP memberi peluang bagi guru untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih interaktif, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan siswa abad ke-21. Video, animasi, simulasi, dan media interaktif lainnya dianggap mampu meningkatkan minat belajar siswa yang sebelumnya lebih terbiasa pada metode ceramah tradisional.
Selain itu, digitalisasi juga dianggap mampu mendorong profesionalisme pendidik. Platform digital memberi ruang bagi guru untuk mengembangkan kompetensi secara mandiri tanpa dibatasi jarak atau waktu. Guru dapat belajar kapan saja dan di mana saja, mengikuti pelatihan daring, mengakses modul pembelajaran terbaru, dan berkolaborasi dengan guru di seluruh Indonesia.
Di tingkat manajemen, digitalisasi mempermudah pengumpulan data, pemantauan kinerja sekolah, serta pengambilan keputusan berbasis bukti. Semua ini memberi gambaran bahwa digitalisasi bukan hanya sekadar penggantian papan tulis dengan layar digital, tetapi transformasi sistemik menuju pembelajaran yang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman
Tantangan dan Risiko yang Harus Diwaspadai
Tetapi di balik segala potensinya, digitalisasi pendidikan juga menghadapi sejumlah tantangan besar yang membuat sebagian pihak ragu bahwa ia dapat bertahan sebagai strategi jangka panjang. Salah satu hambatan paling nyata adalah kesenjangan digital. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki akses internet yang stabil atau perangkat yang memadai.
Di banyak tempat, bahkan listrik belum tersedia secara konsisten. Dalam kondisi seperti itu, digitalisasi menjadi mimpi yang sulit diwujudkan. Teknologi yang canggih hanya akan menjadi pajangan jika tidak didukung oleh infrastruktur dasar yang memadai.
Selain masalah infrastruktur, kesiapan guru juga menjadi tantangan krusial. Teknologi bukanlah solusi ajaib yang dapat bekerja otomatis tanpa penggunanya.
Guru memegang peran utama dalam menentukan bagaimana teknologi digunakan dalam proses belajar. Namun, tidak semua guru memiliki kemampuan atau kepercayaan diri untuk menggunakannya.
Banyak guru yang merasa terbebani oleh tuntutan penggunaan teknologi karena belum pernah mendapatkan pelatihan yang memadai. Ada pula kekhawatiran bahwa teknologi justru dapat menggantikan peran guru, sehingga muncul resistensi terhadap perubahan.
Di sisi lain, ada risiko bahwa digitalisasi lebih fokus pada aspek fisik daripada esensial. Pengadaan perangkat mungkin dianggap sebagai indikator keberhasilan, padahal perubahan yang paling penting terletak pada metode dan budaya pembelajaran.
Perangkat digital yang mahal tidak akan banyak berarti jika guru tidak mampu memanfaatkannya untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
Bahkan, beberapa sekolah melaporkan bahwa perangkat digital yang dikirim pemerintah akhirnya hanya menjadi hiasan di ruang kelas karena kurangnya pelatihan dan dukungan teknis. Saluran internet yang tidak stabil dan tidak adanya anggaran untuk pemeliharaan juga membuat perangkat yang awalnya canggih cepat menjadi usang.
Kekhawatiran lainnya adalah keberlanjutan. Teknologi berkembang sangat cepat, sementara sistem pendidikan sering bergerak lebih lambat. Jika tidak ada rencana pembaruan dan pemeliharaan, perangkat digital yang saat ini digunakan dapat menjadi tidak relevan dalam beberapa tahun. Tanpa dukungan anggaran dan strategi jangka panjang, digitalisasi bisa berakhir sebagai proyek sesaat yang hanya ramai di awal peluncuran.
Dari berbagai dinamika tersebut, kita melihat bahwa digitalisasi pendidikan sebenarnya berada di dua persimpangan. Ia dapat menjadi langkah strategis yang membawa perubahan besar bagi masa depan pendidikan Indonesia, tetapi juga dapat menjadi tren sesaat jika tidak diikuti oleh komitmen dan keseriusan yang menyeluruh. Arah mana yang akan ditempuh sangat bergantung pada konsistensi kebijakan dan kesiapan seluruh pemangku kepentingan (Wijayanto 2023).
Jika pemerintah benar-benar ingin menjadikan digitalisasi sebagai strategi, maka penguatan infrastruktur harus menjadi prioritas utama. Kesempatan belajar berbasis teknologi tidak boleh hanya dinikmati oleh sekolah-sekolah di perkotaan.
Guru harus mendapatkan pelatihan berkelanjutan yang bukan hanya mengajarkan cara menggunakan perangkat digital, tetapi juga bagaimana memanfaatkannya untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan bermakna. Konten digital perlu dirancang sesuai kurikulum dan konteks lokal, bukan sekadar menyalin materi dari luar negeri.
Selain itu, harus ada sistem evaluasi yang jelas untuk memastikan bahwa teknologi benar-benar digunakan dan memberi dampak pada hasil belajar siswa.
Digitalisasi pendidikan harus dipahami sebagai proses panjang, bukan acara seremonial.
Transformasi ini membutuhkan kerja sama antara pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Jika seluruh pihak mampu melihat teknologi bukan sebagai tujuan, melainkan alat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, maka digitalisasi akan menjadi pilar penting pendidikan masa depan.
Digitalisasi pendidikan bukan sekadar tren sesaat, tetapi dapat menjadi langkah strategis yang membawa Indonesia menuju sistem pendidikan yang lebih adaptif, inklusif, dan relevan dengan tuntutan zaman, selama ia dikelola dengan bijak, merata, dan berkelanjutan.***


















