Oleh: Seriyanti, S.AN., M.Si
Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Mega Buana Palopo
Di tengah derasnya arus globalisasi dan derasnya pengaruh budaya digital, nilai-nilai Pancasila kerap kali hanya berhenti pada slogan. Ia dihafal, dikutip dalam upacara, tetapi belum sepenuhnya dihayati dalam kehidupan sehari-hari.
Di sinilah pentingnya peran para dosen, khususnya pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila, untuk menjadi penjaga api ideologi bangsa.
Baru-baru ini, saya berkesempatan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Makassar pada 4–5 November 2025.
Kegiatan ini diikuti oleh 200 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Sulawesi Selatan. Saya merasa berbangga sekaligus tertantang, karena menjadi satu-satunya dosen Pendidikan Pancasila dari Perguruan Tinggi Swasta di Luwu Raya yang turut serta dalam kegiatan ini.
Selama dua hari, kami dibekali dengan beragam materi dari tokoh-tokoh nasional, di antaranya Prof. Dr. Muhammad Amin Abdullah, R.P. Dr. Johanes Haryatmoko, SJ, dan Prof. Dr. Arqom Kuswanjono, S.S., M.Hum.
Dari mereka, saya mendapatkan satu kesadaran penting: bahwa Pancasila bukan sekadar dasar negara, melainkan falsafah hidup (philosophische-groundslag) dan pandangan dunia (weltanschauung) yang menuntun cara berpikir, bersikap, dan bertindak bangsa Indonesia.
Pancasila Bukan Sekadar Materi Kuliah
Sayangnya, dalam praktiknya, Pendidikan Pancasila sering kali hanya dianggap sebagai mata kuliah wajib dengan bobot dua SKS. Banyak mahasiswa yang melihatnya sekadar sebagai beban akademik, bukan pembentuk karakter.
Padahal, Pancasila seharusnya hadir sebagai nilai hidup yang menuntun perilaku, bukan hanya teori di lembar ujian.
Inilah tantangan terbesar bagi kami, para dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila: menghidupkan kembali semangat ideologis Pancasila di ruang kuliah.
Dosen tidak cukup menjadi pengajar, tetapi harus menjadi teladan — yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata: adil, terbuka, menghormati perbedaan, dan berjiwa gotong royong.
Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Arqom Kuswanjono, membumikan Pancasila bukanlah pekerjaan instan. Ia memerlukan kesabaran, keberlanjutan, dan komitmen dari seluruh elemen pendidikan, terutama dosen yang menjadi garda depan dalam membentuk karakter mahasiswa.
Membangun Karakter, Menyemai Ideologi
Kegiatan diklat BPIP di Makassar memberikan inspirasi bagi saya bahwa pendidikan ideologis harus dilakukan dengan pendekatan inspiratif, partisipatif, dan kontekstual.
Mahasiswa bukan hanya diajak memahami isi sila-sila Pancasila, tetapi juga merenungkan maknanya dalam konteks kehidupan nyata — di tengah isu intoleransi, krisis moral, dan disrupsi sosial yang melanda generasi muda.
Membumikan Pancasila berarti menghadirkannya dalam keseharian: dalam cara kita bersikap di ruang publik, dalam cara kita menghormati keberagaman, dan dalam cara kita menegakkan keadilan sosial. Dosen memiliki peran strategis untuk memastikan bahwa nilai-nilai luhur ini tidak hanya menjadi warisan, tetapi terinternalisasi dalam karakter generasi penerus bangsa.
Menjadi Maheswara Baru BPIP
Salah satu hal menarik dari kegiatan ini adalah terbentuknya komunitas akademisi yang disebut Maheswara, yakni kelompok dosen dan pendidik yang berkomitmen menjadi mitra BPIP dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila. Saya merasa terhormat menjadi bagian dari komunitas ini, yang ke depan akan menjadi katalisator pembinaan ideologi bangsa di kampus-kampus.
Sebagai pendidik, saya menyadari bahwa tanggung jawab untuk mengokohkan karakter bangsa melalui Pancasila adalah tanggung jawab moral sekaligus tanggung jawab kebangsaan. Pendidikan tinggi tidak boleh hanya menghasilkan lulusan cerdas, tetapi juga berkarakter. Di sinilah peran Pancasila menjadi semakin vital.
Pancasila harus terus dihidupkan, bukan hanya di ruang sidang atau teks pidato, tetapi di ruang kelas, di kampus, dan di hati setiap insan pendidikan. Dosen memiliki peran sentral sebagai penyala semangat ideologi bangsa — bukan sekadar pengajar, tetapi juga pembimbing moral dan penjaga nilai.
Saya percaya, selama api Pancasila tetap dijaga oleh para pendidik yang berkomitmen, bangsa ini akan selalu memiliki arah dan kekuatan untuk berdiri tegak di tengah tantangan zaman. ***


















