Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini Buku

Evidence-Based Learning: Arah Baru Reformasi Pendidikan Tinggi yang Harus Diusung ICMI (Sebuah Pemikiran)

×

Evidence-Based Learning: Arah Baru Reformasi Pendidikan Tinggi yang Harus Diusung ICMI (Sebuah Pemikiran)

Share this article
Example 468x60

Oleh: Dr.Misbahuddin, SE,M.Si

Pengurus ICMI Orwil Sulsel/Dosen PPS STIE AMKOP Makassar

Example 300x600

Pendidikan tinggi di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa masalah, seperti rendahnya kualitas lulusan, kurangnya relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri, dan kurangnya penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), hanya 23,7% lulusan perguruan tinggi yang bekerja sesuai dengan bidang studinya (Kemendikbud, 2020).

Menurut data dari World Economic Forum, Indonesia memiliki kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki keterampilan analitis dan pemecahan masalah yang tinggi (WEF, 2020).

Temuan lainnya menunjukkan Relevansi Kurikulum: 78% institusi pendidikan menghadapi tantangan dalam transisi ke pembelajaran online (Doo et al., 2023; Henderson et al., 2024a, 2024b).

Riset lainnya menunjukkan bahwa Penggunaan Teknologi: Penelitian terkait pengajaran dengan teknologi di Indonesia meningkat signifikan, mencapai puncak pada tahun 2023 dengan 83 publikasi (Arifudin et al., 2024).

Kualitas Pendidikan Tinggi: Indonesia masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, terutama dalam hal penelitian dan publikasi internasional (QS Southeast Asia Rankings, 2025).

Penggunaan AI dalam Pendidikan: Daalam hal penggunaan AI dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengurangi kesenjangan pendidikan (Kumar dan Garg, 2025)..

Silaturahim Kerja Nasional (Silaknas) ICMI 2025 ini dilaksanakan di Bali berlangsung pada momentum genting ketika pendidikan tinggi Indonesia menghadapi tantangan struktural yang semakin kompleks.

Di tengah disrupsi teknologi, penetrasi kecerdasan buatan, dan dinamika global yang tak menentu, tampak bahwa model pembelajaran di kampus-kampus kita belum memberikan daya saing yang memadai.

Berbagai kebijakan seperti Outcome-Based Education (OBE) dan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka (MBKM) telah berjalan bertahun-tahun, namun kualitas proses belajar mahasiswa masih jauh dari optimal.

ICMI, sebagai organisasi cendekiawan Muslim terbesar di Indonesia, memiliki peran strategis untuk mengintervensi arah pembangunan pendidikan tinggi nasional.

Peran itu tidak berhenti pada kritik, tetapi mendorong alternatif yang visioner sekaligus realistis. Sudah waktunya Indonesia menggeser orientasi pendidikan tinggi dari pendekatan yang berpusat pada dokumen dan regulasi menuju paradigma baru yang berbasis bukti ilmiah: Evidence-Based Learning (EBL).

EBL adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan data dan bukti empiris untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. EBL melibatkan penggunaan data dan bukti untuk mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, mengembangkan kurikulum, dan meningkatkan kualitas pengajaran.

Administrasi Menumpuk, Pembelajaran Terabaikan

Kegagalan utama implementasi OBE dan MBKM terletak pada administrative inflation, bukan pada gagasannya. Secara konseptual, OBE menekankan luaran kompetensi; MBKM memberi ruang otonomi dan relevansi pembelajaran. Namun dalam praktik, keduanya justru mendorong kampus masuk ke jurang birokratisasi.

Dokumen CPL-CPMK-RPS-Rubrik disusun berkali-kali demi akreditasi, sementara desain pembelajaran tidak pernah diuji efektivitasnya. MBKM pun sering hanya menghasilkan perpindahan mahasiswa antar-instansi tanpa jaminan peningkatan kemampuan konseptual ataupun keterampilan kognitif tingkat tinggi. Mahasiswa bepergian, tetapi tidak berpindah secara intelektual.

Kampus-kampus sibuk menyiapkan evidensi administratif: foto kegiatan, daftar hadir, lembar penilaian, laporan mingguan, dan tumpukan dokumen lainnya. Namun tidak ada mekanisme berbasis sains yang mengevaluasi apakah mahasiswa sungguh belajar atau tidak. Inilah kontradiksi besar kebijakan pendidikan tinggi kita: ingin menghasilkan lulusan unggul, tetapi proses belajarnya tidak dikaji dengan metode ilmiah.

Evidence-Based Learning (EBL) sebagai Jalan Pembaruan

EBL menawarkan jalan keluar dari stagnasi tersebut. EBL mengharuskan setiap metode pengajaran, strategi asesmen, hingga desain tugas didasarkan pada riset empiris. Keputusan pedagogis tidak boleh bergantung pada intuisi, kebiasaan lama, apalagi preferensi pribadi dosen.

Ratusan studi neuroscience, cognitive science, dan meta-analisis pendidikan telah menghasilkan konsensus global: pembelajaran efektif terjadi ketika mahasiswa dilibatkan dalam retrieval practice, spaced repetition, active learning, deliberate practice, constructive feedback, dan progressive assessment. Konsep-konsep tersebut telah terbukti meningkatkan retensi jangka panjang, penguasaan konsep kompleks, kemampuan memecahkan masalah, hingga kreativitas.

Model ini bukan hanya relevan untuk STEM, tetapi juga ekonomi, manajemen, hukum, komunikasi, sosiologi, bahkan ilmu-ilmu keislaman. Tidak ada satu pun disiplin ilmu yang tidak diuntungkan dari pembelajaran berbasis bukti.

EBL menjadikan mahasiswa sebagai pusat proses belajar secara substantif, bukan sekadar retorika. Mahasiswa tidak hanya dituntut menyelesaikan tugas, tetapi memahami mengapa metode tertentu bekerja dan bagaimana mereka dapat belajar secara lebih efektif.

Kesesuaian dengan Tradisi Ilmiah Islam

Menariknya, EBL selaras dengan tradisi intelektual Islam. Sejak zaman keemasan peradaban Islam, ilmuwan seperti Ibnu Sina, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, hingga Al-Ghazali menempatkan verifikasi, observasi empiris, dan eksperimen sebagai metode utama dalam menguji kebenaran. Epistemologi Islam bukan sekadar teks; ia adalah integrasi logika, empirisme, dan kontemplasi spiritual.

Mengadopsi EBL, kita sebenarnya menghidupkan kembali praktik ilmiah Islam yang sempat menjadi fondasi kemajuan dunia. ICMI, sebagai rumah cendekiawan Muslim, sangat layak menjadikan EBL sebagai bagian dari gerakan nasional merevitalisasi kecendekiawanan Islam modern.

Jawaban atas Tantangan Kompetensi Abad ke-21

Indonesia membutuhkan lulusan yang mampu berpikir kritis, melek digital, kreatif, adaptif, sekaligus memiliki fondasi moral dan etika yang kuat. Tantangan ini tidak dapat ditangani melalui kurikulum yang hanya berfokus pada struktur, melainkan melalui proses belajar yang efektif.

Saat ini, lulusan perguruan tinggi sering kali tidak siap menghadapi tuntutan industri dan masyarakat pengetahuan. Banyak yang terjebak dalam pola hafalan, bukan pemahaman; menyelesaikan tugas, bukan memecahkan masalah; mengikuti kelas, bukan menguasai konsep.

EBL menjawab masalah itu secara langsung. Ia memberikan kerangka ilmiah agar setiap jam pembelajaran di kelas menghasilkan dampak yang jelas terhadap kemampuan kognitif mahasiswa.

Usulan Strategis ICMI untuk Masa Depan Bangsa

Silaknas ICMI 2025 harus menjadi titik tolak perubahan paradigma pendidikan tinggi di Indonesia. ICMI dapat:

  1. Menyusun white paper nasional tentang implementasi Evidence-Based Learning untuk Indonesia.
  2. Memfasilitasi pelatihan dosen berbasis sains belajar.
  3. Menjadi think tank yang mengevaluasi efektivitas OBE dan MBKM untuk merekomendasikan penyempurnaan.
  4. Menyusun peta jalan EBL untuk perguruan tinggi Islam dan umum.
  5. Mendorong riset-riset nasional tentang model pembelajaran berbasis bukti.

Langkah-langkah ini, ICMI dapat menjadi aktor utama dalam reformasi pendidikan tinggi Indonesia, bukan hanya penonton. Selamat dan Sukses untuk semua.***

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *