BERITASEMBILAN.Com-Pangkep. Tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) Internal Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin (Unhas) menggagas inovasi pertanian berbasis air laut di Desa Bulu Cindea, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Kegiatan ini dikemas dalam bentuk lokakarya (workshop) bertema Seawater Agricultural Land Transformation (SALT) pada Minggu, 26 Oktober 2025. Program ini bertujuan mengubah lahan di wilayah pesisir agar dapat dimanfaatkan untuk pertanian yang menggunakan air laut secara berkelanjutan.
Lokakarya tersebut dihadiri oleh Kepala Desa Bulu Cindea, Made Ali, S.E.; Ketua BPD Desa, H. Muksin, S.Hub.; Dosen Pendamping Tim PPK Ormawa, Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, S.T., M.Si.; serta Dosen FIKP Unhas, Dr. Ir. Nursinah Amir, S.Pi., M.P., IPM. Selain itu, hadir pula perwakilan organisasi kemahasiswaan dan masyarakat setempat.
Kepala Desa Bulu Cindea Made Ali, pada kesempatan itu menyampaikan apresiasi tinggi terhadap semangat inovatif mahasiswa Unhas yang membawa konsep pertanian baru ke wilayah pesisir.
“Atas nama pemerintah dan masyarakat Desa Bulu Cindea, kami mengucapkan terima kasih kepada Tim PPK Ormawa Internal HMIK FIKP Unhas karena telah memilih desa kami sebagai lokasi pengabdian. Kami sangat mengapresiasi semangat inovasi tim dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat pesisir,” ujarnya.
Ketua HMIK FIKP Unhas, Fauzan Syawal Jamal, menjelaskan bahwa program SALT merupakan bentuk kontribusi nyata mahasiswa dalam menjawab tantangan masyarakat pesisir, melalui kolaborasi lintas disiplin antara mahasiswa Ilmu Kelautan, Agroteknologi, dan Teknik.
“Lokakarya ini merupakan langkah konkret dan wujud semangat inovasi Tim PPK Ormawa Internal HMIK FIKP Unhas dalam menghadirkan solusi atas persoalan masyarakat pesisir, terutama di sektor pertanian. Harapannya, kegiatan ini dapat menciptakan masyarakat pesisir yang sejahtera dan mandiri, sekaligus mendukung visi Sulawesi Selatan menuju Ekonomi Biru,” jelas Fauzan.
Konsep SALT (Seawater Agricultural Land Transformation) sendiri dikembangkan sebagai solusi atas keterbatasan sumber air tawar di kawasan pesisir. Melalui pendekatan ilmiah dan teknologi tepat guna, air laut diolah untuk mendukung budidaya tanaman yang toleran terhadap salinitas, tanpa merusak ekosistem lingkungan sekitar.
Dosen pendamping kegiatan, Dr. St. Aisjah Farhum, menilai program ini sebagai langkah penting dalam pengembangan kapasitas mahasiswa sekaligus kontribusi nyata perguruan tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.
“Mahasiswa tidak hanya belajar di ruang kuliah, tetapi juga menerapkan ilmu untuk menyelesaikan masalah nyata masyarakat. Inovasi SALT ini berpotensi menjadi model pertanian alternatif di wilayah pesisir,” tuturnya.
Kegiatan ini diharap jadi langkah awal pengembangan pertanian berbasis air laut yang berkelanjutan, serta memperkuat kolaborasi antara perguruan tinggi dan masyarakat dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan nasional, khususnya di daerah pesisir Sulawesi Selatan.***


















