BERITASEMBILAN. Jakarta – Laptop Chromebook menjadi sorotan publik usai digunakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam program digitalisasi pendidikan. Laptop ini dikenal sebagai perangkat besutan Google dengan sistem operasi Chrome OS yang ringan, aman, dan ekonomis.
Mengutip laman resmi Google Support, Chrome OS menawarkan penyimpanan berbasis cloud, fitur bawaan Google, serta sistem keamanan berlapis. Salah satu keunggulan utamanya adalah kemampuan booting cepat berkat sistem operasi yang ringan. Selain itu, perangkat ini mendapat pembaruan otomatis dari Google, termasuk patch keamanan terbaru.
Chrome OS juga dilengkapi sistem keamanan sandbox untuk mengisolasi program berbahaya, serta fitur pemulihan otomatis jika sistem operasi terdeteksi rusak atau hilang. Dengan sifat open source, Chrome OS tidak berbayar sehingga pengguna tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp1,5–2,5 juta seperti pada sistem operasi lain.
Sejumlah aplikasi juga dapat digunakan secara offline, seperti Gmail Offline, Google Keep, Google Docs, Spreadsheet, Slides, Google Calendar, editor foto bawaan, dan pemutar media.
Menteri Nadiem Makarim sebelumnya menilai Chromebook cocok untuk digunakan siswa dan guru. Ia menyebut, kontrol aplikasi di Chromebook dapat melindungi peserta didik dari konten negatif seperti pornografi, judi online, maupun game berlebihan.
Namun, di balik keunggulannya, pengadaan Chromebook justru terseret kasus korupsi. Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan lima tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan laptop di era Nadiem, yakni:
- Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Kemendikbudristek 2020–2021.
- Mulyatsyah (MUL), Direktur SMP Kemendikbudristek 2020.
- Jurist Tan (JT/JS), Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Nadiem Makarim.
- Ibrahim Arief (IBAM), konsultan perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah.
- Nadiem Anwar Makarim.
Tahapan Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap tahapan dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam kasus pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan.
Berdasarkan hasil penyidikan, terdapat beberapa tahapan penting yang menjadi pintu masuk praktik korupsi ini.
- Perencanaan Program Digitalisasi Pendidikan (2019)
Pada 2019, Kemendikbudristek meluncurkan program digitalisasi sekolah untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi. Salah satu komponen utama program tersebut adalah penyediaan laptop murah berbasis Chromebook untuk sekolah-sekolah.
- Penyusunan Anggaran dan Spesifikasi (2020)
Dalam proses penyusunan anggaran dan spesifikasi teknis, penyidik menemukan indikasi adanya penggelembungan harga. Spesifikasi yang seharusnya menyesuaikan kebutuhan sekolah justru diduga disusun untuk menguntungkan pihak tertentu.
- Proses Tender dan Penunjukan Vendor (2020–2021)
Tender pengadaan laptop dilakukan dengan melibatkan sejumlah perusahaan penyedia perangkat TIK. Namun, Kejagung mengungkap adanya dugaan rekayasa tender dan kolusi antara panitia pengadaan dengan vendor tertentu, sehingga kompetisi tidak berjalan sehat.
- Distribusi Chromebook ke Sekolah (2021–2022)
Ratusan ribu unit Chromebook mulai didistribusikan ke sekolah penerima. Pada tahap ini, ditemukan masalah kualitas perangkat yang tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak. Selain itu, harga per unit yang dibayarkan negara jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasaran.
- Pengungkapan dan Penyelidikan Kejagung (2023–2024)
Bermula dari laporan masyarakat dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kejagung membuka penyelidikan atas dugaan korupsi. Beberapa pejabat Kemendikbudristek dan pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka awal.
- Penetapan Nadiem Makarim sebagai Tersangka (2025)
Setelah menemukan bukti baru, Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka pada Jumat (5/9/2025). Ia diduga memiliki peran penting dalam menyetujui spesifikasi dan anggaran yang bermasalah serta mengetahui adanya penyimpangan dalam tender pengadaan.
Kejagung menyebut kerugian negara akibat kasus ini mencapai triliunan rupiah. Saat ini penyidik masih menelusuri aliran dana korupsi serta memeriksa saksi tambahan untuk memperkuat pembuktian di pengadilan. ***