Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini Buku

Milad ke-80 Negeriku: Pendidikan dan Budaya sebagai Dua Dari Berbagai Dimensi yang  Mengakarkan Tegaknya Negeriku

×

Milad ke-80 Negeriku: Pendidikan dan Budaya sebagai Dua Dari Berbagai Dimensi yang  Mengakarkan Tegaknya Negeriku

Share this article
Example 468x60

Oleh : Prof Dr H Andi Sukri Syamsuri, M.Hum

Wakil Rektor I Unismuh Makassar

Example 300x600

Setiap kali bendera merah putih berkibar di bulan Agustus, ada rasa hangat yang menyentuh hati. Riuh lomba, derap langkah pasukan pengibar, hingga lantunan lagu kebangsaan seakan membawa kita kembali ke momen bersejarah 1945.

Namun, setelah gema upacara mereda, pertanyaan penting muncul: apa arti kemerdekaan hari ini bagi generasi muda Indonesia?

Kemerdekaan tidak lagi berarti mengusir penjajah dengan senjata, melainkan menjaga jati diri di tengah derasnya arus global. Di sinilah pendidikan dan budaya menjadi dua sayap yang harus bekerja bersama.

Pendidikan tidak sekadar memuat pelajaran di papan tulis, tetapi juga menghidupkan nilai keberanian, persatuan, dan cinta tanah air dalam diri siswa. Belajar sejarah, misalnya, bukan hanya soal menghafal nama pahlawan, melainkan meneladani sikap mereka dalam menghadapi tantangan zaman.

Di sisi lain, budaya adalah akar yang menjaga bangsa tetap tegak. Tanpa akar, pohon akan mudah tumbang diterpa angin globalisasi. Bahasa daerah, cerita rakyat, tarian tradisi, hingga kuliner khas sejatinya adalah benteng identitas yang harus terus diwariskan.

Di banyak sekolah, sudah muncul gerakan kreatif: kelas yang menggunakan dialek lokal, pentas seni daerah setiap bulan, hingga lomba digitalisasi cerita rakyat oleh siswa. Semua ini membuktikan bahwa budaya bisa hidup berdampingan dengan teknologi modern.

Meski demikian, tantangan tetap besar. Anak-anak kini lebih mengenal tokoh kartun luar negeri ketimbang legenda Nusantara. Gawai menjadi pintu masuk budaya asing yang tak terbendung.

Karena itu, guru dan orang tua perlu kreatif menjadikan budaya lokal lebih menarik—dari drama sejarah hingga konten media sosial yang membanggakan identitas bangsa.

Maka, peringatan 17 Agustus seharusnya bukan hanya pesta seremonial. Ia bisa menjadi ruang bersama untuk menghidupkan kembali semangat belajar dan mencintai budaya.

Bayangkan jika perayaan tidak hanya diisi dengan lomba tarik tambang, tetapi juga pameran batik, festival kuliner daerah, atau film dokumenter karya pelajar tentang sejarah lokal. Perayaan itu akan menjadi ajang syukur sekaligus pendidikan karakter yang nyata.

Akhirnya, kemerdekaan adalah perjalanan panjang, bukan tujuan akhir. Tugas generasi kini adalah melanjutkan perjuangan—bukan dengan bambu runcing, melainkan dengan ilmu pengetahuan, kreativitas, dan kebanggaan pada budaya sendiri.

Selama pendidikan mampu membumi dan budaya tetap hidup, bangsa ini akan tetap teguh berdiri sebagai Indonesia yang merdeka, berkarakter, dan bermartabat. ***

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *