Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Ragam

Muhammad Ismail Jumarang: Guru dari Soppeng yang Menyalakan Masa Depan Pembelajaran Digital Lewat Smart Class Device

×

Muhammad Ismail Jumarang: Guru dari Soppeng yang Menyalakan Masa Depan Pembelajaran Digital Lewat Smart Class Device

Share this article
Example 468x60

BERITASEMBILAN.Com-Makassar. Ajang Final Anugerah Guru Prima (AGP) PGRI Sulawesi Selatan 2025, tampil seorang guru wakil dari  Soppeng mencuri perhatian. Dia bukan berasal dari sekolah besar di kota, melainkan dari SD Negeri 53 Lajarella, sebuah sekolah dasar di wilayah pedesaan.

Namanya Muhammad Ismail Jumarang, sosok guru kreatif yang datang ke panggung final dengan membawa karya ilmiah berjudul “Pembelajaran Interaktif, Adaptif, dan Mendalam dengan Inovasi Smart Class Device.”

Example 300x600

Suara mantap dan pandangan penuh keyakinan, Ismail mempresentasikan karyanya di depan dewan juri dan ratusan hadirin. Ia tidak hanya berbicara tentang teknologi, tetapi tentang mimpi besar seorang guru — menghadirkan ruang kelas yang hidup, dinamis, dan membuat siswa bersemangat belajar.

“Smart Class Device bukan sekadar alat elektronik,” katanya penuh semangat. “Ia adalah jembatan antara guru dan murid untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan menyenangkan.”

Presentase yang memukau dan penuh inovatif membuaqt para dewan yuri AGP Sulsel menempatkan Muhammad Ismail Jumarang juara 1 dan akan mewakili Provinsi Sulsel pada even AGP tingkat nasional di Jakarta akhir Nopember 2025.

Dari Kelas Sederhana Menuju Kelas Cerdas

Sebelum inovasi ini hadir, suasana belajar di SDN 53 Lajarella tak jauh berbeda dari banyak sekolah lain di pelosok negeri. Guru berdiri di depan papan tulis, siswa mencatat, dan pembelajaran berjalan satu arah.

Anak-anak lebih tertarik pada gawai mereka dibandingkan buku pelajaran. Dari situlah Ismail mulai berpikir: bagaimana jika ketertarikan siswa terhadap teknologi dijadikan pintu masuk untuk belajar?

Maka lahirlah gagasan Smart Class Device — sebuah sistem yang memadukan mini PC, proyektor, dan modul elektronik interaktif. Inovasi ini membuat dinding kelas berubah menjadi layar sentuh digital, dan bahkan lantai bisa menjadi media belajar interaktif. Semua perangkatnya dapat dikendalikan dari handphone atau laptop, baik di dalam maupun di luar kelas.

“Saya ingin membuat ruang kelas yang bisa menjangkau anak-anak, bahkan ketika guru tak sempat hadir secara fisik. Dengan Smart Class Device, guru tetap bisa mengajar dari jarak jauh,” tutur Ismail.

Membangun dengan Tangan Sendiri

Namun jalan menuju inovasi tidak semulus bayangan. Di awal, Ismail menghadapi berbagai keterbatasan. Sekolahnya tak punya perangkat interaktif, dan anggaran sekolah tentu tak cukup untuk membeli teknologi canggih. Alih-alih menyerah, Ismail mulai merakit sendiri alat-alat yang ia butuhkan. Ia membeli komponen seperti mini PC, modul breaker, camtouch, dan proyektor sederhana dari toko elektronik lokal.

Ia bekerja sepulang mengajar, merangkai kabel, menulis program kecil, dan menguji fungsi layar sentuh. Ia juga mengajak rekan-rekan guru di sekolahnya untuk belajar bersama — bukan hanya cara menggunakan alat, tapi juga cara berpikir baru tentang mengajar.

“Saya ingin semua guru merasa bahwa teknologi bukan ancaman. Ia adalah sahabat baru yang bisa membuat kelas lebih hidup,” ujar Ismail sambil tersenyum.

Melalui pelatihan internal dan berbagi praktik baik, Smart Class Device pun mulai diterapkan di kelas. Anak-anak yang dulunya pasif kini tampak antusias: mereka menulis jawaban langsung di layar interaktif, bermain kuis edukatif digital, atau ikut simulasi sains di layar proyektor.

Transformasi yang Terjadi

Setelah tiga tahun penerapan, hasilnya mulai terlihat jelas. Suasana belajar di SDN 53 Lajarella kini berubah total. Kelas menjadi lebih interaktif, adaptif, dan kolaboratif. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu, melainkan fasilitator yang membimbing anak-anak mengeksplorasi pengetahuan dengan cara yang menyenangkan.

Data yang Ismail kumpulkan menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa meningkat hingga 8%, dan minat belajar meningkat signifikan. Anak-anak kini terbiasa membuat poster digital, video edukatif, hingga tugas berbasis proyek. Mereka lebih percaya diri, lebih kreatif, dan lebih mandiri.

“Dulu, anak-anak malu berbicara di depan kelas. Sekarang mereka berebut untuk mempresentasikan hasil karyanya di layar besar,” kisah Ismail bangga.

Tak hanya siswa yang berubah, para guru pun ikut tumbuh bersama. Mereka kini lebih percaya diri menggunakan teknologi, membuat media ajar digital, dan berkolaborasi melalui sistem daring. Kepala sekolah bahkan menyebut transformasi ini sebagai “lompatan besar” bagi sekolah dasar di wilayah mereka.

Dampak yang Menyeluruh

Keberhasilan inovasi ini membuat SDN 53 Lajarella dikenal luas sebagai sekolah perintis pembelajaran digital di Soppeng. Sekolah ini kini menjadi rujukan bagi sekolah-sekolah lain yang ingin belajar menerapkan pembelajaran berbasis teknologi.

Pada tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Soppeng memberikan penghargaan TOP 15 Inovasi Smart Class Device, mengakui kontribusi besar Ismail dalam mendorong transformasi pendidikan daerah.

Selain itu, penerapan Smart Class Device juga berdampak pada citra sekolah. Jumlah pendaftar siswa baru meningkat setiap tahun, dan SDN 53 Lajarella kini dikenal sebagai sekolah dengan citra modern, adaptif, dan berdaya saing.

Guru yang Tak Berhenti Belajar

Meski telah meraih banyak apresiasi, Muhammad Ismail Jumarang tetap rendah hati. Ia meyakini bahwa inovasi bukan tentang teknologi semata, melainkan tentang cara berpikir dan semangat belajar tanpa henti.

“Anak-anak kita hidup di dunia digital. Kalau kita ingin mereka tumbuh menjadi pembelajar sejati, maka gurunya juga harus mau belajar dan beradaptasi,” ujarnya.

Kini, ia tengah menyiapkan pengembangan lanjutan dari Smart Class Device agar bisa terhubung dengan sistem pembelajaran daring antar sekolah, memungkinkan kolaborasi lintas wilayah. Mimpi besarnya sederhana tapi bermakna: setiap guru di pelosok bisa menghadirkan kelas cerdas bagi murid-muridnya, tanpa harus menunggu fasilitas mahal.

Kisah Muhammad Ismail Jumarang adalah cermin dari semangat sejati seorang pendidik Indonesia — guru yang tidak berhenti berinovasi meski dihadapkan pada keterbatasan. Dari ruang kelas kecil di Soppeng, ia membuktikan bahwa masa depan pendidikan digital tidak harus dimulai dari kota besar, melainkan dari hati yang besar.

“Teknologi hanyalah alat,” kata Ismail menutup wawancara. “Yang membuatnya hidup adalah cinta guru terhadap murid-muridnya.”.***

 

 

 

 

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *