BERITASEMBILAN.Com-TAKALAR. Respon terhadap penggunaan lahan yang semakin meningkat di kota mengakibatkan ekspansi ke area pedesaan. Program studi Kimia, Universitas Teknologi Sulawesi (UTS) berlokasi di Jalan Talasalapang No. 51, Makassar, telah melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dengan fokus pada integrasi teknologi pertanian modern dan kearifan lokal, pada 6-7 Juli 2024.
Program ini didanai oleh Hibah DRTPM Kemdikbudristek Tahun 2024. Diketuai oleh Mariaulfa Mustam, S.T., M.T., dengan dukungan dari Dwi Maryana, S.Pt., M.Si, dan Nurhikmah Wahab, S.T., M.T.,dan dua orang mahasiswa.
Kegiatan ini berjudul “PKM Kelompok Tani dalam Peningkatan Ketahanan Pangan melalui Budidaya Sayuran Akuaponik dan Ikan Lele Menggunakan Teknologi Budikdamdrum serta Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Sabut Kelapa.
Program ini dirancang mengatasi pengurangan lahan pertanian di desa akibat tekanan pembangunan, dengan mengadopsi metode budidaya akuaponik menggunakan teknologi Budikdamdrum yang efisien dalam memanfaatkan ruang yang terbatas.
Kegiatan ini berawal dari observasi lapangan, dimana hasil yang didapatkan bahwa terjadi tekanan pada lahan yang tersedia, mendorong masyarakat untuk mencari solusi inovatif.
“Kami berupaya mengatasi masalah ini dengan memperkenalkan metode budidaya yang dapat mengoptimalkan penggunaan ruang terbatas yang ada di Desa Laikang,” kata Mariaulfa.
”Teknologi budikdamdrum, kami tidak hanya membantu kelompok tani meningkatkan produksi tetapi juga mengurangi dampak lingkungan melalui penggunaan pupuk organik.”
Program ini menggabungkan beberapa teknik inovatif. Pertama, budidaya akuaponik, yang memungkinkan integrasi antara aquakultur dan hidroponik.
Dalam sistem ini, air dari kolam ikan lele dialirkan ke bedeng sayuran, di mana limbah ikan menjadi sumber nutrisi bagi tanaman. Sayuran, sebaliknya, menyaring air yang kemudian dikembalikan ke kolam ikan dalam siklus berkelanjutan.
Selanjutnya, program ini juga menekankan pada pembuatan Pupuk Organik Cair dari limbah sabut kelapa, yang banyak tersedia di daerah tersebut.
“Sabut kelapa selama ini hanya dianggap sebagai limbah. Namun, dengan teknologi yang tepat, kami bisa mengubahnya menjadi pupuk yang berkualitas tinggi,” ujar Dwi Maryana.
Nurhikmah Wahab menambahkan, “Pendekatan ini memberikan nilai tambah ekonomis kepada masyarakat sambil memastikan keberlanjutan lingkungan.
Ini adalah contoh nyata dari bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi bisa diaplikasikan untuk manfaat sosial dan ekonomi.
” Program ini juga melibatkan pelatihan intensif untuk warga dan anggota kelompok tani tentang pengemasan, pelabelan, dan pemasaran produk.
Tujuan akhir adalah untuk membantu mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal tetapi juga memperluas jangkauan pasar mereka.
Ketua Kelompok Tani Baji Pa’mai, Bapak Pahaluddin, menyatakan antusiasmenya terhadap hasil dari program ini.
“Kami sangat menghargai kesempatan untuk belajar dan menerapkan teknologi baru ini. Pelatihan yang kami terima telah membuka banyak peluang dan memberikan kami alat untuk memperbaiki kehidupan kami,” kata Pahaluddin.
Antusiasme yang tinggi dari semua pihak yang terlibat, program ini diharapkan tidak hanya membawa transformasi ke Desa Laikang tetapi juga menjadi model bagi kegiatan serupa di wilayah lain, mempromosikan praktek pertanian yang lebih hijau, produktif, dan berkelanjutan.***