Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini Buku

Sulsel Belajar, PGRI Mengajar (2)

73
×

Sulsel Belajar, PGRI Mengajar (2)

Share this article
Example 468x60

Oleh: Mas’ud Muhammadiyah

Dosen Universitas Bosowa

Example 300x600

BERITASEMBILAN.Com-MAKASSAR.  Pada konteks persiapan menuju Indonesia Emas 2045, diperlukan upaya yang berfokus pada pengembangan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Program “Guru Inspiratif Sulsel” yang diinisiasi PGRI “wajib” melatih guru-guru untuk mengembangkan metode pembelajaran yang mendorong pengembangan keterampilan-keterampilan tersebut.

Selain itu, juga aktif dalam mendorong pengembangan bakat dan minat siswa di luar bidang akademik. Melalui kerjasama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan dapat memfasilitasi berbagai kompetisi dan festival seni, olahraga, dan keterampilan untuk siswa di seluruh provinsi. Ini sejalan dengan konsep pendidikan holistik yang tidak hanya fokus pada prestasi akademik, tetapi juga pengembangan potensi siswa secara menyeluruh.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, PGRI Sulawesi Selatan diharapkan aktif dalam mendorong keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan dengan program “Sekolah Masyarakat” yang bertujuan membangun kemitraan antara sekolah, orang tua, dan komunitas lokal. Ini masih mengalami kendala karena aturan tidak diperbolehkannya pungutan dalam dunia pendidikan sehingga perlu ada aturan lain yang memungkinkan dana sumbangan pihak ketika dapat diterima oleh sekolah.

Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Joyce L. Epstein, pakar keterlibatan keluarga dalam pendidikan, yang menekankan pentingnya kemitraan sekolah-keluarga-masyarakat dalam meningkatkan prestasi siswa. Selain itu, PGRI Sulawesi Selatan juga diharapkan aktif dalam mengadvokasi perbaikan kesejahteraan guru, terutama guru honorer dan guru di daerah terpencil.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, masih ada sekitar 40% guru yang berstatus non-PNS dengan penghasilan di bawah upah minimum regional (UMR), harus terus mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran lebih besar untuk kesejahteraan guru, berdasarkan argumentasi bahwa peningkatan kesejahteraan guru akan berdampak positif pada kualitas pendidikan.

Terkhusus dalam menghadapi tantangan pendidikan di era digital, PGRI Sulawesi Selatan perlu mempertimbangkan pengembangan pembelajaran berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics), melalui kerjasama dengan perusahaan teknologi dan startup lokal yang dapat memfasilitasi pelatihan dan pengembangan kurikulum STEAM untuk sekolah-sekolah di Sulawesi Selatan. Ini bertujuan mempersiapkan siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan di era Revolusi Industri 4.0.

Mendorong pengembangan pendidikan inklusif juga menjadi buah bibir kalangan pemerhati pendidikan. Menurut data dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, masih banyak anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan akses pendidikan yang layak. Hal ini memerlukan bekerja sama dengan organisasi disabilitas lokal untuk meningkatkan kesadaran dan kompetensi guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus.

Program “Sekolah Ramah Inklusi” menjadi alternatif yang bertujuan memastikan bahwa setiap sekolah di Sulawesi Selatan memiliki fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Namun, upaya PGRI Sulawesi Selatan dalam memajukan pendidikan inklusif masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif.

Stigma dan diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus masih menjadi hambatan utama. PGRI menyadari bahwa perubahan paradigma ini membutuhkan waktu dan upaya konsisten. Oleh karena itu, organisasi ini terus mengadakan kampanye dan sosialisasi tentang pendidikan inklusif di berbagai lapisan masyarakat.

Masih dalam upaya mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan global, peningkatan kemampuan bahasa asing siswa, terutama bahasa Inggri memerlukan program “English for Sulsel” yang bertujuan meningkatkan kompetensi guru bahasa Inggris dan memperkaya pengalaman belajar siswa melalui pertukaran budaya dan program sister school dengan sekolah-sekolah di luar negeri.

Meskipun program ini mendapat sambutan positif, implementasinya masih terbatas di daerah perkotaan karena keterbatasan sumber daya dan keterbatasan infrastruktur di daerah pedesaan. Dalam mendorong pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan lokal dan global, melalui forum “Kurikulum Sulsel 2045,” dibutuhkan dialog antara pendidik, pemangku kepentingan pendidikan, dan pelaku industri untuk merumuskan kurikulum yang adaptif terhadap perkembangan zaman namun tetap berakar pada kearifan lokal. Inisiatif ini harusnya juga mendapat apresiasi dari dinas pendidikan provinsi, namun implementasinya masih menghadapi tantangan birokrasi dan resistensi terhadap perubahan di beberapa daerah.

Salah satu isu kritis yang memerlukan perhatian PGRI Sulawesi Selatan adalah fenomena putus sekolah yang masih cukup tinggi di beberapa daerah, terutama di wilayah pesisir dan kepulauan. Data dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel menunjukkan bahwa angka putus sekolah di tingkat SMP dan SMA di beberapa kabupaten masih di atas 5%, jauh di atas rata-rata nasional.

Program “Sekolah Kembali” yang melibatkan guru, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah untuk mengidentifikasi dan memberi pendampingan khusus bagi siswa yang berisiko putus sekolah makin penting digalakkan.

Program ini telah berhasil menurunkan angka putus sekolah di beberapa daerah pilot project, namun masih membutuhkan dukungan lebih luas untuk bisa diimplementasikan secara menyeluruh. Isu dan program lainnya yang memerlukan peran PGRI Sulawesi Selatan yakni mendorong pengembangan kewirausahaan di kalangan siswa dan guru (program “Sulsel Preneur”), memfasilitasi pelatihan kewirausahaan dan pendampingan bagi guru dan siswa dalam mengembangkan proyek-proyek inovatif berbasis potensi lokal.

Beberapa produk inovatif hasil program ini, seperti pengolahan rumput laut menjadi produk kosmetik dan pengembangan aplikasi promosi wisata lokal, telah mendapat pengakuan di tingkat nasional. Namun, program ini masih terkendala oleh keterbatasan akses modal dan jaringan pemasaran, terutama untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil.

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan, PGRI Sulawesi Selatan juga fokus pada pengembangan kepemimpinan sekolah. Program “Kepala Sekolah Visioner” yang diinisiasi PGRI bertujuan meningkatkan kapasitas kepala sekolah dalam manajemen pendidikan dan kepemimpinan transformasional.

Melalui kerjasama dengan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS), PGRI memfasilitasi pelatihan dan pendampingan bagi kepala sekolah di seluruh Sulawesi Selatan. Meskipun program ini telah menunjukkan hasil positif dalam meningkatkan kinerja sekolah, implementasinya masih terkendala oleh sistem rotasi kepala sekolah yang sering kali tidak mempertimbangkan kompetensi dan kinerja. Selain itu, juga berperan aktif dalam mendorong pengembangan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.

Program “Pesse’ na Esse’” (bahasa Bugis yang berarti empati dan kepedulian) bertujuan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal Sulawesi Selatan seperti sipakatau (saling memanusiakan), sipakalebbi (saling menghargai), dan sipakainge (saling mengingatkan) dalam kurikulum dan praktik pembelajaran di sekolah. Program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat dan pemerintah daerah, namun implementasinya masih menghadapi tantangan dalam hal standardisasi dan evaluasi.

Di balik berbagai inisiatif dan program yang dijalankan, PGRI Sulawesi Selatan masih menghadapi tantangan internal yang cukup serius. Salah satunya adalah pentingnya regenerasi kepemimpinan organisasi. Data keanggotaan PGRI Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa lebih dari 60% anggota aktifnya berusia di atas 45 tahun.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan dan dinamisasi organisasi di masa depan. PGRI telah menyadari hal ini dan mulai menginisiasi program “Kaderisasi Milenial PGRI” untuk menarik minat guru-guru muda bergabung dan aktif dalam organisasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah koordinasi antarcabang. Dengan kondisi geografis Sulawesi Selatan yang luas dan beragam, koordinasi antarcabang di 24 kabupaten/kota seringkali mengalami hambatan.

Hal ini berdampak pada kurang meratanya implementasi program dan kebijakan di seluruh wilayah Sulawesi Selatan. PGRI telah mencoba mengatasi hal ini dengan memanfaatkan teknologi komunikasi digital, namun infrastruktur yang belum merata masih menjadi kendala utama.

PGRI Sulawesi Selatan juga menghadapi dilema dalam menyikapi kebijakan pemerintah tentang zonasi penerimaan siswa baru. Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan memeratakan kualitas pendidikan. Namun di sisi lain, implementasinya di lapangan seringkali menimbulkan masalah, terutama di daerah perbatasan zona.

PGRI telah berupaya menjembatani kepentingan berbagai pihak dengan mengusulkan penyesuaian kebijakan yang lebih fleksibel dan kontekstual dengan kondisi Sulawesi Selatan, namun proses ini masih terus berlangsung dan belum menemukan titik temu yang memuaskan semua pihak. Dalam upaya memajukan pendidikan di Sulawesi Selatan, PGRI juga harus berhadapan dengan realitas politik lokal yang terkadang tidak sejalan dengan agenda pendidikan.

Pergantian kepemimpinan daerah seringkali diikuti dengan perubahan kebijakan dan program pendidikan, yang tidak jarang mengganggu kontinuitas program-program yang telah dirintis PGRI. Organisasi ini telah berupaya membangun komunikasi dan kemitraan strategis dengan berbagai kekuatan politik lokal, namun tantangan untuk menjaga independensi dan profesionalisme organisasi tetap menjadi isu yang perlu terus diatasi.

Tantangan lainnya dalam memastikan integritas dan profesionalisme anggotanya. Meskipun telah ada kode etik guru, masih ditemukan kasus-kasus pelanggaran etika dan profesionalisme di kalangan guru. PGRI telah berupaya mengatasi hal ini melalui penguatan sistem pengawasan internal dan program-program penguatan integritas, namun implementasinya masih belum optimal di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.

Di tengah berbagai tantangan dan keterbatasan, PGRI Sulawesi Selatan terus berupaya memainkan perannya sebagai garda terdepan dalam memajukan pendidikan di provinsi ini. Organisasi ini terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman, sambil tetap memegang teguh nilai-nilai luhur profesi guru. Melalui berbagai program dan inisiatifnya, PGRI Sulawesi Selatan terus berupaya mewujudkan visi pendidikan yang berkualitas, merata, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Sulawesi Selatan.

Dalam perjalanan panjang menuju Indonesia Emas 2045, PGRI Sulawesi Selatan bak seorang guru yang dengan gigih berusaha mendidik murid-muridnya yang beragam. Dengan sabar ia menghadapi ‘murid’ yang kadang bandel (sistem birokrasi yang kaku), yang terkadang malas belajar (masyarakat yang apatis terhadap pendidikan), bahkan yang suka membolos (kebijakan yang tidak konsisten).

Namun, layaknya seorang guru sejati, PGRI Sulawesi Selatan tidak pernah menyerah. Ia terus mengajar, membimbing, dan menginspirasi, meski terkadang harus mengajar di ‘ruang kelas’ yang bocor (keterbatasan anggaran) atau dengan ‘alat peraga’ seadanya (fasilitas yang minim).

Dan seperti seorang guru yang selalu percaya pada potensi murid-muridnya, PGRI Sulawesi Selatan terus meyakini bahwa suatu hari nanti, ‘kelas’ bernama Sulawesi Selatan ini akan lulus dengan nilai gemilang, siap menyongsong ujian akhir bernama Indonesia Emas 2045.

Semoga keyakinan ini tidak berakhir seperti harapan seorang guru yang menanti gaji ke-13 atau honor yang belum kunjung datang. “Selamat atas terpilihnya pengurus baru PGRI Sulawesi Selatan. Semoga harapan dan misi tulisan ini dapat terwujud dan terima kasih pada pengurus lama atas dedikasinya memajukan pendidikan di Sulawesi Selatan.”  (habis).

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *