BERITASEMBILAN.Com-Makassar. Penyuluhan dan kearifan lokal adalah dua pilar penting dalam membangun pertanian modern yang berkelanjutan dan berkeadilan. Penyuluhan bukan sekadar proses alih teknologi, tetapi ruang dialog antara ilmu, pengalaman, dan harapan.
Kearifan lokal bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan warisan nilai dan praktik yang telah terbukti menjaga harmoni antara manusia, alam, dan produksi pangan selama berabad-abad.
Demikian pidato penerimaan jabatan professor, bagi Prof Dr. Ir.Hj. Ida Rosada, M.Si, dibacakan dalam Pengukuhan Profesor UMI, Sabtu 31 Mei di Auditorium Al-Jibra Kampus II UMI.
Adapun pidato pengukuhan itu berjudul, Merawat Warisan dan Membangun Inovasi Melalui Penyuluhan dan Kearifan Lokal sebagai Pilar Pertanian Moderen.
Dijelaskan, membangun pertanian modern hanya dengan mengandalkan mesin, data, dan kecanggihan teknologi, tanpa menyentuh dimensi sosial, budaya, dan spiritual yang menyatu dalam kehidupan petani.
Justru di tengah arus perubahan dan disrupsi hari ini, perlu menoleh ke belakang bukan untuk mundur, tapi untuk menemukan akar yang memberi daya hidup dan arah bagi lompatan ke depan, katanya.
Guna membangun pertanian modern berkelanjutan dan berkeadilan maka perlunya penguatan sistem penyuluhan yang holistik, yang tidak hanya berorientasi pada hasil, melainkan juga pada proses pemberdayaan.
Penyuluh pertanian harus diberikan ruang dan dukungan untuk menjadi agen perubahan yang mampu menjembatani dunia ilmu dan dunia tani, dunia modernitas dan dunia tradisi.
Pengarusutamaan kearifan lokal dalam kebijakan dan praktik pertanian. Ini bukan hanya soal mengenalkan kembali teknik-teknik tradisional, tetapi mengintegrasikan nilai-nilai seperti gotong royong, kelestarian, dan spiritualitas ke dalam pendekatan pembangunan pertanian masa kini.
Peningkatan kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan komunitas petani dalam merancang program berbasis riset aksi partisipatif yang memuliakan lokalitas sambil membuka ruang bagi inovasi.
Investasi berkelanjutan dalam pendidikan pertanian, agar generasi muda tidak hanya melek teknologi, tetapi juga bangga menjadi bagian dari tradisi bertani yang luhur dan penuh makna.
Masa depan pertanian kita bukan hanya soal produktivitas, tapi juga soal kedaulatan, keberlanjutan, dan keberpihakan pada manusia dan lingkungan. Kita ingin pertanian yang tidak hanya mengenyangkan, tapi juga menyatukan; tidak hanya menguntungkan, tapi juga menyehatkan bumi.
Dia mengajak untuk merawat warisan yang telah dititipkan oleh leluhur—pengetahuan lokal, nilai-nilai budaya, dan semangat gotong royong—dan mari kita bangun inovasi yang berpijak pada kebutuhan nyata, bukan sekadar tren global.
Semoga apa yang dikerjakan hari ini, kelak jadi bagian dari ikhtiar panjang menjadikan pertanian Indonesia sebagai sumber kehidupan yang lestari, adil, dan berdaya saing tinggi. Karena pertanian bukan sekadar profesi, tapi peradaban, tandasnya.
Prof Dr Ida Rosada lahir di Watampone, 8 Mei 1964. Dosen Tetap Fakultas Pertanian dan Bioremediasi Lahan Tambang UMI. Alumni S1 Pertanian Unhas jurusan sosial ekonomi 1987. Magister Pengelolaan Lingkungan Hidup Pascasarjana Unhas 1995. Magister Pendidikan Sosiologi UNM 2006. Doktor Sosiologi Pedesaan/Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2013.
Karier selaku dosen di UMI dimulai 1988 jadi Dosen Tetap Yayasan Wakaf UMI Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Bioremediasi Lahan Tambang UMI.
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UMI 1994-1998. Kepala Pusat Pengendali Mutu- Program Pascasarjana (PPs) UMI Kepala Laboratorium Gizi, Pangan dan Sistem Informasi Pertanian- Fakultas Pertanian UMI.
Dia juga aktif melakukan penelitian dan publikasi pada jurnal bereputasi internasional. Artikel yang dipublis tahun 2025 dengan judul Identifying Constraints and Strategies Palm Oil Production in Indonesia: An Interpretive Structure Model Approach, pada jurnal Scopus 3 .
Tahun 2024 mempublikasi artikel dengan judul, Enhancing Indigenous Knowledge to Enhance Food Security in Rice Field Agroecosystems of Pinrang Regency, South Sulawesi Province, Indonesia, pada jurnal Scopus Q2 . ***
