Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Sosok

Marsinah Pahlawan Nasional: Pejuang Buruh Perempuan yang Gugur Tragis Demi Keadilan

×

Marsinah Pahlawan Nasional: Pejuang Buruh Perempuan yang Gugur Tragis Demi Keadilan

Share this article
Example 468x60

BERITASEMBILAN.Com-Makassar. Nama Marsinah kembali mengemuk setelah namanya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto, pada peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 2025 di Jakarta.

Bagi para aktivis, nama ini bukanlah hal baru. Ia adalah simbol keberanian dan perjuangan kaum buruh terhadap ketidakadilan di masa kelam Orde Baru. Namun bagi sebagian masyarakat umum, mungkin belum banyak yang mengenal siapa sebenarnya sosok Marsinah.

Example 300x600

Marsinah adalah seorang perempuan muda yang dikenal lantang memperjuangkan hak-hak pekerja. Ia lahir di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969. Sehari-hari, ia bekerja sebagai buruh di pabrik jam tangan PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo.

Meski berasal dari keluarga sederhana, semangatnya untuk menegakkan keadilan dan memperjuangkan nasib sesama buruh begitu besar.

Sejak kecil, Marsinah dikenal gigih dan mandiri. Ia tumbuh di bawah asuhan nenek dan bibinya, sambil membantu ekonomi keluarga dengan berjualan makanan ringan. Setelah lulus dari SMP Negeri 5 Nganjuk, ia sempat menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Muhammadiyah. Namun, karena keterbatasan biaya, Marsinah tak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi.

Awal Perjuangan Marsinah

Perjuangan Marsinah bermula ketika pemerintah melalui Gubernur Jawa Timur, Soelarso, mengeluarkan Surat Edaran No. 50/1992 yang menghimbau agar perusahaan menaikkan upah buruh sebesar 20 persen. Bagi buruh, kebijakan itu menjadi angin segar. Namun bagi sebagian perusahaan, hal itu dianggap memberatkan.

Di PT CPS tempat Marsinah bekerja, manajemen menolak menaikkan gaji pokok dari Rp1.700 menjadi Rp2.250. Penolakan ini memicu aksi mogok kerja pada 3 dan 4 Mei 1993. Awalnya, aksi dipimpin oleh Yudo Prakoso, namun ia ditangkap oleh aparat. Tak gentar, Marsinah kemudian mengambil alih kepemimpinan aksi.

Dengan suara tegas dan hati yang berani, Marsinah memimpin ratusan buruh menyuarakan 12 tuntutan, mulai dari kenaikan gaji hingga penghapusan organisasi buruh bentukan pemerintah, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Ia memperjuangkan agar buruh bebas berserikat tanpa intimidasi.

Keberanian yang Berujung Tragis

Aksi mogok kerja itu akhirnya berujung pada tragedi. Setelah tuntutan para buruh sebagian dikabulkan, aparat militer memanggil 13 buruh yang dianggap provokator, termasuk rekan-rekan Marsinah. Mereka dipaksa menandatangani surat pengunduran diri.

Marsinah yang mengetahui hal itu tak tinggal diam. Ia mendatangi pihak Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya. Namun, setelah pertemuan tersebut, Marsinah tidak pernah kembali.

Beberapa hari kemudian, tepatnya 8 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan di sebuah gubuk di hutan Wilangan, Nganjuk. Tubuhnya penuh luka memar, patah tulang, dan tanda-tanda penyiksaan berat. Hasil otopsi mengungkapkan bahwa ia mengalami kekerasan sebelum meninggal dunia.

Kabar kematian Marsinah sontak mengguncang publik. Seorang perempuan muda, buruh pabrik sederhana, tewas dengan cara mengenaskan hanya karena memperjuangkan hak-hak pekerja.

Kasus yang Tak Pernah Tuntas

Pasca penemuan jasad Marsinah, aparat membentuk tim investigasi gabungan. Delapan petinggi PT CPS sempat ditangkap dan dituduh terlibat dalam pembunuhan. Namun, dalam proses penyidikan, muncul dugaan kuat adanya rekayasa kasus. Beberapa orang yang ditangkap mengaku disiksa untuk membuat pengakuan palsu.

Akhirnya, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan seluruh terdakwa karena kurangnya bukti. Hingga kini, setelah lebih dari tiga dekade berlalu, pelaku sebenarnya pembunuhan Marsinah belum pernah diadili.

Lembaga swadaya masyarakat seperti ELSAM dan Komnas HAM berkali-kali menyebut kasus Marsinah sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang belum terselesaikan di Indonesia.

Simbol Perlawanan dan Inspirasi

Bagi para buruh dan aktivis, Marsinah bukan sekadar korban. Ia adalah simbol perjuangan dan keberanian. Kepergiannya menjadi pengingat bahwa keadilan sering kali harus diperjuangkan dengan harga yang mahal.

Setiap tahun, pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day), ribuan buruh dari berbagai daerah melakukan ziarah ke makam Marsinah di Nglundo, Nganjuk. Mereka menabur bunga dan membawa poster bertuliskan “Marsinah belum mati, semangatnya tetap hidup.”

Lebih dari tiga puluh tahun telah berlalu, namun nama Marsinah tetap hidup dalam ingatan bangsa. Ia bukan hanya pejuang buruh, melainkan juga lambang perjuangan kemanusiaan dan keadilan sosial.

Berikut di bawah ini daftar lengkap, 10 tokoh yang dapat gelar Pahlawan Nasional 2025 sebagai berikut:

1. Abdurrahman Wahid
2. Jenderal Besar TNI Soeharto
3. Marsinah
4. Mochtar Kusumaatmaja
5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah
6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo
7. Sultan Muhammad Salahuddin
8. Syaikhona Muhammad Kholil
9. Tuan Rondahaim Saragih
10. Zainal Abidin Syah.***

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *