BERITASEMBILAN.Com-Gowa. Pada peringatan Hari Guru Nasional, sosok Ramlah, S.Pd., Gr., guru Bahasa Indonesia di SD Negeri Romang Polong Gowa, menjadi potret nyata dedikasi pendidik yang menjadikan ketulusan sebagai dasar pengabdiannya. Di tengah dinamika dunia pendidikan, ia hadir sebagai figur yang mengajar dengan hati, membina karakter, dan menuntun murid dengan penuh perhatian.
Lahir di Jeneponto pada 11 September, Ramlah telah mengabdikan diri selama 13 tahun sebagai pendidik. Menjadi guru bukan cita-cita awalnya, melainkan langkah mengikuti jejak sang kakak. Namun perjalanan waktu membuatnya menemukan sumber makna yang lebih dalam. “Saya memahami bahwa menjadi guru bukan hanya mengajar, tetapi membantu murid menemukan potensi diri mereka,” ujarnya.
Kariernya sempat membawanya ke salah satu sekolah menengah terbesar di Kabupaten Gowa. Di sana, ia bertemu dengan ragam karakter siswa—mulai dari yang pendiam, kreatif, hingga yang kerap dicap “nakal”. Namun baginya, setiap anak memiliki sisi positif yang harus ditumbuhkan.
“Tidak ada anak nakal. Mereka hanya perlu dihargai keberadaannya,” kata Ramlah. Ia meyakini bahwa ketika seorang murid merasa diterima, mereka tumbuh menjadi pribadi yang lebih terbuka kepada gurunya.
Dalam kesehariannya, Ramlah menghadapi tantangan menjaga keseimbangan antara ketegasan dan penghargaan terhadap hak-hak anak. Ia menempatkan komunikasi dua arah sebagai kunci: guru, siswa, dan orangtua harus terhubung dalam pemahaman yang sama. “Ketika komunikasi berjalan baik, persoalan dapat diurai tanpa menyakiti perasaan anak,” tuturnya.
Sebagai pendidik, Ramlah mengedepankan pendekatan individual bagi siswa dengan kemampuan kognitif maupun perilaku yang beragam. Ia menyesuaikan metode belajar, menetapkan aturan kelas yang konsisten, dan memberikan apresiasi pada perilaku baik sebagai bentuk penguatan positif.
Berbekal latar belakang pendidikan Sastra Bahasa Indonesia, Ramlah aktif mengembangkan budaya literasi di sekolah. Ia menggagas program Punggawa Literasi Cilik yang kemudian berkembang menjadi agenda Kamis Literasi. Program tersebut mendorong siswa membaca buku fiksi dan nonfiksi sebagai upaya memperluas wawasan serta menumbuhkan kecintaan terhadap literasi.
“Kami ingin siswa jatuh cinta pada membaca, bukan sekadar menyelesaikan tugas,” ujarnya.
Baginya, Hari Guru Nasional bukan hanya perayaan simbolik, melainkan ruang refleksi atas peran penting guru sebagai penuntun arah hidup anak-anak bangsa. Nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, empati, tanggung jawab, dan keikhlasan selalu ia tekankan kepada para muridnya.
“Setiap anak berharga. Kesuksesan mereka lahir dari potensi diri yang mereka gali sendiri,” pesannya.
Kepada rekan-rekannya sesama pendidik, Ramlah berpesan agar tetap teguh dan ikhlas dalam mengabdi. “Profesi guru tidak mudah. Semoga Allah membalas setiap kebaikan para guru,” ucapnya.
Melihat kondisi pendidikan di Kabupaten Gowa, ia berharap terwujudnya sistem yang makin inklusif. Ia ingin kesenjangan kualitas antarwilayah diperkecil, guru mendapatkan pelatihan berkelanjutan, serta fasilitas teknologi diperluas agar menunjang pembelajaran modern.
“Peran guru sebagai pembentuk karakter bangsa harus dihargai dan didukung oleh semua pihak,” tegasnya.
Di tengah pesatnya perubahan dunia pendidikan, Ramlah hadir sebagai cerminan guru yang tetap memegang erat nilai-nilai kemanusiaan. Ia bukan hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi menyalakan semangat, membimbing karakter, serta membantu siswa menemukan kepercayaan diri mereka.
Sosok Ramlah mengingatkan kita bahwa guru adalah cahaya kecil yang tak pernah padam—menyinari perjalanan generasi muda, perlahan namun pasti, tanpa pamrih. Selamat Hari Guru Nasional. (warda).
