BERITASEMBILAN.Com- Konawe Utara. Tim dosen Universitas Mandala Waluya Kendari melakukan penelitian tentang “Pengaruh Self Efficacy pada Konselor Teman Sebaya terhadap Kebiasaan Merokok pada Remaja” di Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini berlangsung selama enam bulan, sejak Mei hingga Oktober 2025.
Penelitian tersebut menemukan bahwa remaja yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda cenderung menjadi perokok berat dan lebih sulit berhenti dibandingkan remaja yang mulai merokok pada usia yang lebih tua. Menurut hasil riset, perilaku merokok pada usia dini dipengaruhi oleh faktor kognitif, emosi, dan lingkungan sosial, terutama pengaruh teman sebaya.
Ketua tim peneliti, Dr. Andi Asri, yang juga Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Mandala Waluya, kepada media Sabtu 1 Nopember 2025 menjelaskan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana self efficacy (kepercayaan diri) konselor teman sebaya dapat memengaruhi kebiasaan merokok pada remaja. “Kami menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional study untuk melihat hubungan antara dukungan teman sebaya dan perilaku merokok,” jelasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi kesehatan melalui pendekatan teman sebaya memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang bahaya merokok.
Sebelum diberikan edukasi, nilai rata-rata pengetahuan siswa sebesar 14,39, sedangkan setelah edukasi meningkat menjadi 18,04. Hasil uji statistik Wilcoxon menunjukkan nilai P=0,001 (P<0,05), yang berarti ada pengaruh nyata antara edukasi kesehatan dan peningkatan pengetahuan siswa.
Dr. Andi Asri menekankan pentingnya membentuk konseling teman sebaya di sekolah-sekolah, terutama di jenjang SMA, sebagai upaya pencegahan perilaku merokok di kalangan remaja. “Setiap sekolah perlu memiliki konselor teman sebaya yang dilatih khusus agar bisa menjadi pendamping dan penggerak edukasi kesehatan di lingkungan sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, Sri Yuliatin, M.Psi., Psikolog, yang juga anggota tim peneliti, menjelaskan bahwa konseling teman sebaya (peer counseling) adalah bimbingan yang dilakukan oleh sesama siswa untuk membantu teman mengatasi masalah dan mengembangkan potensi diri.
“Proses ini mendorong interaksi yang setara dan dukungan emosional yang kuat di antara remaja. Melalui konseling ini, siswa dapat belajar saling memahami dan memotivasi untuk menjauhi kebiasaan merokok,” katanya.
Anggota tim lainnya, Dian Marni, M.A., menambahkan bahwa ikatan antar teman sebaya memiliki pengaruh besar terhadap perilaku remaja, baik positif maupun negatif. “Remaja sering merasa bahwa hanya teman sebayanya yang benar-benar memahami mereka. Karena itu, konseling sebaya dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk mencegah kebiasaan merokok dan membangun perilaku sehat,” jelasnya.
Dalam penelitian ini, tim juga melibatkan sejumlah mahasiswa Universitas Mandala Waluya untuk turun langsung ke lapangan. Hal ini dilakukan agar mahasiswa memperoleh pengalaman praktis dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat.
Selain faktor sosial, Dr. Andi Asri juga menyoroti risiko kesehatan akibat kebiasaan merokok sejak usia muda, seperti meningkatnya kemungkinan terkena penyakit paru-paru kronis dan penyakit terkait tembakau. “Remaja yang mulai merokok lebih dini memiliki risiko kesehatan lebih besar dan lebih sulit berhenti. Karena itu, pencegahan sejak dini menjadi sangat penting,” tegasnya.
Salah satu remaja di Molawe, Anry, mengakui bahwa ia mulai merokok karena pengaruh teman. “Awalnya cuma coba-coba, tapi lama-lama jadi kebiasaan. Sekarang susah berhenti,” ungkapnya. Pengalaman seperti ini, menurut peneliti, menggambarkan kuatnya pengaruh lingkungan sebaya terhadap perilaku merokok di kalangan remaja.
Hasil penelitian Universitas Mandala Waluya ini menegaskan bahwa upaya pencegahan merokok pada remaja tidak cukup hanya dengan larangan atau sosialisasi formal, tetapi perlu pendekatan yang lebih personal melalui pembentukan konselor teman sebaya di sekolah-sekolah.
Langkah ini diharapkan mampu membangun budaya saling peduli dan menguatkan ketahanan diri remaja terhadap pengaruh negatif, sekaligus mendorong terwujudnya generasi muda yang sehat, sadar, dan berkarakter.***


















