Oleh: Mas’ud Muhammadiah
Dosen Universitas Bosowa
BERITASEMBILAN.Com-MAKASSAR. Beberapa hari lalu, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional yang bertepatan dengan hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Momen ini menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan peran vital organisasi PGRI dalam perkembangan pendidikan tanah air, khususnya di Sulawesi Selatan, dalam konteks persiapan menuju visi Indonesia Emas 2045.
PGRI, sebagai organisasi profesi guru terbesar di Indonesia, telah menempuh perjalanan panjang sejak didirikan pada 25 November 1945. Lahir dari semangat perjuangan para pendidik untuk membangun bangsa melalui pendidikan, PGRI kini dihadapkan pada tantangan kompleks di era globalisasi dan revolusi industri 4.0. Tugas besarnya adalah mempersiapkan generasi Indonesia yang mampu bersaing di kancah global sekaligus mempertahankan jati diri bangsa.
Dalam konteks Sulawesi Selatan, peran PGRI menjadi semakin penting mengingat posisi strategis provinsi ini dalam peta pendidikan nasional. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tahun 2022, Sulawesi Selatan menempati peringkat ke-9 dari 34 provinsi dalam Indeks Pembangunan Pendidikan.
Meski termasuk dalam 10 besar, capaian ini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi PGRI Sulawesi Selatan untuk terus mendorong peningkatan kualitas pendidikan di wilayahnya. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah kesenjangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
Kota Makassar, sebagai ibukota provinsi, memiliki fasilitas pendidikan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kabupaten lain di Sulawesi Selatan. Data dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa rasio guru-murid di daerah perkotaan mencapai 1:20, sementara di beberapa kabupaten terpencil masih ada yang mencapai 1:40. Kesenjangan ini menjadi fokus utama PGRI Sulawesi Selatan dalam upayanya memajukan pendidikan di provinsi ini.
PGRI Sulawesi Selatan telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan ini. Salah satunya adalah program pertukaran guru antardaerah. Melalui program ini, guru-guru dari daerah perkotaan dikirim untuk mengajar di daerah terpencil selama periode tertentu, sementara guru-guru dari daerah terpencil mendapat kesempatan untuk meningkatkan kompetensi mereka di sekolah-sekolah di perkotaan. Program ini tidak hanya membantu pemerataan kualitas pengajaran, tetapi juga membuka wawasan para guru tentang keragaman kondisi pendidikan di Sulawesi Selatan.
Selain itu, PGRI Sulawesi Selatan juga aktif dalam mengadvokasi peningkatan anggaran pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan data APBD Sulawesi Selatan tahun 2023, anggaran pendidikan provinsi ini mencapai 20% dari total APBD, sesuai dengan amanat konstitusi. Namun, PGRI hendaknya terus mendorong agar penggunaan anggaran ini lebih efektif dan tepat sasaran, terutama untuk meningkatkan kualitas guru dan fasilitas pendidikan di daerah tertinggal.
Dalam upaya meningkatkan kualitas guru, PGRI Sulawesi Selatan menjalin kerjasama dengan berbagai universitas terkemuka di provinsi ini, seperti Universitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Makassar, hendaknya pula melibatkan perguruan tinggi swasta (PTS). Melalui kerjasama ini, PGRI memfasilitasi program-program peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan dan Keterampilan OECD, yang dalam bukunya “World Class: How to Build a 21st-Century School System” menekankan pentingnya pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru. Schleicher (2018) menyatakan, “Sistem pendidikan terbaik di dunia memberikan kesempatan kepada guru untuk terus belajar, berkolaborasi, dan berinovasi.” PGRI Sulawesi Selatan harus lebih aktif mendorong inovasi pembelajaran, terutama dalam konteks integrasi teknologi.
Mengingat kondisi geografis Sulawesi Selatan yang terdiri dari wilayah kepulauan dan pegunungan, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi kunci dalam menjembatani kesenjangan akses pendidikan. Untuk memperlancar integrasi teknologi dalam pendidikan, PGRI perlu menginisiasi program “Guru Digital Sulsel” yang bertujuan meningkatkan kompetensi digital para guru. Program ini meliputi pelatihan penggunaan platform pembelajaran online, pengembangan konten digital, dan strategi pembelajaran jarak jauh.
Upaya PGRI dalam mendorong inovasi pembelajaran ini sejalan dengan pandangan Michael Fullan, pakar reformasi pendidikan dari Kanada. Dalam bukunya “Nuance: Why Some Leaders Succeed and Others Fail”, Fullan (2019) menekankan pentingnya mengintegrasikan teknologi dalam pendidikan secara bijak. Ia menyatakan, “Teknologi harus digunakan untuk memperkuat, bukan menggantikan, pedagogi yang baik.” PGRI Sulawesi Selatan sebaiknya mengadopsi prinsip ini dengan memastikan bahwa penggunaan teknologi dalam pendidikan benar-benar meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan sekadar mengikuti tren.
Namun, di tengah upaya mengadopsi teknologi dan metode pembelajaran modern, PGRI Sulawesi Selatan harus berfungsi sebagai penjaga kearifan lokal dan nilai-nilai budaya Sulawesi Selatan. Provinsi ini kaya akan warisan budaya, mulai dari bahasa daerah seperti Bugis, Makassar, dan Toraja, hingga berbagai bentuk seni tradisional. PGRI mendorong para guru untuk mengintegrasikan elemen-elemen budaya lokal dalam pembelajaran, menciptakan pendidikan yang tidak hanya modern tetapi juga berakar pada identitas lokal.
Dalam konteks persiapan menuju Indonesia Emas 2045, PGRI Sulawesi Selatan juga sebaiknya fokus pada pengembangan keterampilan abad 21 pada siswa. Berdasarkan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2018, Indonesia masih tertinggal dalam hal kemampuan membaca, matematika, dan sains dibandingkan negara-negara OECD.
PGRI Sulawesi Selatan layak merespon hal ini dengan menginisiasi program “Literasi Sulsel 2045” yang bertujuan meningkatkan kemampuan literasi, numerasi, dan sains siswa di seluruh provinsi. Program ini sejalan dengan pemikiran Pasi Sahlberg, pakar pendidikan dari Finlandia. Dalam bukunya “Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland?”, Sahlberg (2015) menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pendidikan.
Ia menyatakan, “Pendidikan bukan hanya tentang membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga tentang membangun identitas, belajar hidup bersama orang lain, dan menghormati perbedaan.” Sebaiknya PGRI Sulawesi Selatan mengadopsi prinsip ini dengan memastikan bahwa program literasinya tidak hanya fokus pada keterampilan akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter dan keterampilan sosial.
Salah satu inovasi menarik dari PGRI Sulawesi Selatan adalah program “Kelas Terapung” untuk daerah pesisir dan kepulauan. Program ini memanfaatkan perahu tradisional yang dimodifikasi menjadi ruang kelas mini, lengkap dengan fasilitas belajar dasar. Guru-guru yang tergabung dalam PGRI secara sukarela mengajar di kelas-kelas terapung ini, menjangkau anak-anak di pulau-pulau terpencil yang sulit mengakses pendidikan formal. Inisiatif ini mendapat apresiasi dari pemerintah provinsi dan menjadi model bagi daerah-daerah lain dengan kondisi geografis serupa.
PGRI Sulawesi Selatan juga aktif dalam mendorong penelitian tindakan kelas (PTK) di kalangan guru. Melalui kerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawesi Selatan, PGRI menyelenggarakan pelatihan dan pendampingan PTK bagi guru-guru di seluruh provinsi. Hasil-hasil penelitian ini tidak hanya meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, tetapi juga menjadi basis data berharga untuk pengembangan kebijakan pendidikan di tingkat lokal dan nasional.
Dalam upaya mempersiapkan generasi Indonesia Emas, PGRI Sulawesi Selatan juga diharapkan lebih fokus pada pengembangan pendidikan vokasi. Mengingat potensi ekonomi Sulawesi Selatan di sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata, PGRI mendorong penguatan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang relevan dengan sektor-sektor tersebut. PGRI memfasilitasi kerjasama antara SMK dengan industri lokal dan perguruan tinggi, memastikan bahwa kurikulum dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Namun, upaya PGRI Sulawesi Selatan dalam memajukan pendidikan tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan infrastruktur pendidikan. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, masih ada sekitar 30% sekolah di provinsi ini yang membutuhkan perbaikan atau rehabilitasi. PGRI aktif mengadvokasi peningkatan anggaran untuk infrastruktur pendidikan, sambil juga mendorong partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam pembangunan dan perbaikan fasilitas sekolah.
Tantangan lain adalah distribusi guru yang tidak merata. Daerah-daerah terpencil dan kepulauan masih mengalami kekurangan guru, terutama untuk mata pelajaran tertentu seperti matematika, sains, dan bahasa Inggris. PGRI Sulawesi Selatan mengusulkan sistem insentif khusus bagi guru-guru yang bersedia ditempatkan di daerah-daerah tersebut, serta program percepatan karir bagi mereka yang mengabdi di daerah terpencil.
Dalam menghadapi era digital, PGRI Sulawesi Selatan perlu meningkatan literasi digital, baik di kalangan guru maupun siswa. Program “Gerbang Digital Sulsel” dapat membantu dan bertujuan memastikan bahwa setiap sekolah di Sulawesi Selatan memiliki akses internet dan fasilitas pembelajaran digital dasar.
Namun, implementasi program ini masih terkendala oleh infrastruktur telekomunikasi yang belum merata di seluruh wilayah provinsi. Selain itu, dalam mengembangkan pendidikan karakter dan nilai-nilai Pancasila perlu dikembangkan program “Sulsel Berkarakter,” PGRI sebagai pendorong integrasi nilai-nilai kearifan lokal dan Pancasila dalam kurikulum sekolah. Program ini bertujuan mempersiapkan generasi yang tidak hanya cakap secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan jiwa nasionalisme. (bersambung)